Minggu, 28 Februari 2010

Suaka Margasatwa "BANGKIRIANG" terancam.

Setuju bahwa SM Bangkiriang harus tetap dijaga untuk apapun alasan yang diajukan untuk mengeksploitasinya, misalnya pun harus dieksploitasi maka harus dengan pertimbangan dan studi yang sangat mendalam dan yang pasti melibatkan masyarakat ADAT setempat.

Masyarakat adat Banggai, khususnya generasi muda adat Banggai, mendesak Pemerintah Kabupaten Banggai, provinsi dan pusat untuk mempertahankan kelestarian dan luar areal hutan Swaka Margasatwa (SM) Bangkiriang, sesuai Surat keputusan (SK) Menhut RI tahun 1998 seluas 12.500 hektar.

SM Bangkiriang adalah salah satu aset adat yang harus dipertahankan keberadaannya, sehingga siapa pun yang mencoba merampas dan merusaknya, harus diproses sesuai hukum yang berlaku. Karena, merusak dan merampas keberadaan SM Bangkiriang, sama halnya membuat punah adat Tumpe di Kabupaten Banggai.

”Kalau ada oknum, investor atau masyarakat yang mencoba merusak, merampas dan memusnahkan aset adat SM Bangkiriang, maka masyarakat akan memberikan perlawanan. Dan memproses oknum-oknum itu sesuai hukum,” tegas Sekretaris Jenderal Front Generasi Muda Adat (Forget) Kabupaten Banggai, William Monggesang, dalam jumpa persnya Selasa (16/2) kemarin.

William mengatakan, SK Raja Banggai tahun 1936 menyebutkan, areal SM Bangkirian sebagai simbol adat Kabupaten Banggai seluas 3900 hektar yang diperkuat oleh SK Gubernur Sulteng tahun 1986. Kemudian, areal SM Bangkiriang diperluas menjadi 12.500 hektar sesuai SK Menhut 1998.

Areal SM Bangkiriang seluas 12.500 tersebut, diminta dipertahankan dari tindakan oknum-oknum yang merusak, mengalih-fungsikan untuk kepentingan tertentu. Dan masyarakat adat akan menolak segala bentuk ekspansi masyarakat dan investor ke dalam aset yang menjadi simbol adat Banggai.

Masyarakat yang telah menempati areal SM Bangkiriang diminta direlokasi ke daerah lain, karena mereka dinilai telah merambah hutan SM Bangkiriang. Pengrusakan hutan SM Bangkiriang juga dinilai sebagai bentuk pengrusakan adat.

Berdasarkan data di Badan Koordinasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Sulteng, perkebunan kelapa sawit di areal SM Bangkiriang telah mencapai 512 hektar. Pemerintah diminta jangan menutup mata terhadap investasi yang masuk ke areal itu. Ada ketentuan yang mengatur soal peralihan lahan.

Tetapi, soal hutan swaka margasatwa tidak bisa dialihfungsikan untuk kepentingan lain. Untuk itu, pemerintah harus bertindak tegas terhadap investor atau masyarakat yang sengaja memanfaatkan SM Bangkiriang tersebut (Sumber :Radarsulteng)

Rabu, 24 Februari 2010

Gubernur SULTENG dukung Luwuk untuk Ibukota SULTIM

Berikut berita dari radarsulteng terkait dukungan gubernur untuk menjadikan Luwuk sebagai ibukota SULTIM tetapi masih mempertimbangkan daerah lain yang katanya secara historis mengklaim lebih pantas. Dalam RUU SULTIM yang telah masuk program PROLEGNAS yang bisa di unduh dalam blog ini jelas di tulis bahwa daerah lain tersebut tidak dimasukkan ke dalam RUU SULTIM berhubung dengan UU yang ada tentang perbandingan luas daerah calon pemekaran versus daerah induk, dan lagi RUU tentang pembentukan BALUT dan MOROWALI UTARA yang telah memasuki tahap akhir di DPR, AYO DUKUNG SULTIM :

Gubernur Sulteng HB Paliudju menyatakan dukungannya kepada Kabupaten Banggai sebagai ibukota Provinsi Sulawesi Timur. Dilihat dari sisi infrastruktur yang tersedia, Kabupaten Banggai sangat layak dan cocok sebagai ibukota Provinsi Sultim yang sedang diperjuangkan saat ini.

Semua fasilitas bagi terbentuknya sebuah daerah otonom Provinsi Sultim, telah tersedia di Kabupaten Banggai, sehingga Luwuk sangat representatif menjadi ibukota Provinsi Sultim nanti. Hanya persoalannya, ada daerah lain yang mengklaim dari sisi histories sangat layak menjadi ibukota.

Dalam dialog dengan pengurus Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Banggai, Gubernur juga menyatakan dukungannya terhadap pemekaran Sultim. Tetapi, letak ibukotanya harus disepakati dulu, sehingga tidak menimbulkan konflik yang bisa merugikan masyarakat.(Sumber : Radarsulteng)

SERIBU UNTUK SULTIM

Sekitar ratusan mahasiswa dan masyarakat dari berbagai elemen di Kota Luwuk melakukan aksi penggalangan dana SERIBU UNTUK SULTIM sebagai bentuk dukungan terhadap pembentukan propinsi Sulawesi Timur (Sultim).

Aksi tersebut untuk mendukung pemekaran wilayah provinsi yang telah masuk program legislasi nasional yaitu pemekaran provinsi Sulawesi timur ini dengan calon ibukota di Kota Luwuk, Ibukota Kab. Banggai. Gerakan ini bermaksud agar elemen-elemen mahasiswa dan masyarakat ikut menyumbang dalam mendukung pemekaran Sultim ini.

Dalam aksi ini, hadir juga Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Banggai, yang ikut memberikan dukungan dengan menyumbangkan uang seribu rupiah kedalam kotak. Pecahan uang yang disumbangkan dalam aksi ini, bukan hanya bernilai seribu rupiah, tetapi ada juga yang memberikan sumbangan sampai pecahan lima puluh hingga seratus ribu rupiah.

(Dari berbagai sumber).