LANGKAH-LANGKAH YANG PERLU DIAMBIL :
1. Mengkonsolidasikan semua sumber daya manusia asli daerah baik Pemda, Swasta, LSM, Lembaga Penelitian, Konsultan, Individual baik berdomisili di daerah dan di Luar untuk mendukung dan MEMPERCEPAT PEMEKARAN SULTIM maksimalnya pada periode 2015-2020.
2. Pilih Guberbur/Wagub 2011 SULTENG yang mendukung SULTIM secara sungguh-sungguh.
3. Pilih PRESIDEN 2014 yang tidak Anti PEMEKARAN (Tentu saja pemekaran yang LAYAK).
Akhir kata...SELAMAT DATANG SULTIM 2015-2020..Terus berjuang secara positif.
Sebagai acuan dalam pemekaran daerah agar lebih terkendali dan terarah sesuai dengan tujuan awal, pemerintah telah menyelesaikan grand design penataan daerah hingga tahun 2025.
Grand design itu memberikan estimasi penambahan jumlah maksimal daerah otonom baru di Indonesia sebanyak 11 provinsi dan 54 kabupaten/kota.
Estimasi tersebut terumuskan dalam Dokumen Desain Besar Penataan Daerah (Desartada) yang disusun Kementerian Dalam Negeri yang dalam waktu dekat akan dipresentasikan pada Komisi II DPR.
Dalam estimasi tersebut, ikut dirumuskan provinsi mana saja yang dapat melakukan pemekaran sekaligus kapan waktu pemekarannya. Dari dokumen yang didapat, terdapat delapan provinsi yang hingga 2025 dimungkinkan untuk memekarkan diri.
Provinsi tersebut ialah Aceh, Sumatra Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Papua, dan Papua Barat. Provinsi tersebut diestimasi melakukan pemekaran untuk satu provinsi baru, kecuali Papua yang diproyeksikan akan mendapatkan empat provinsi baru.
Nantinya, provinsi yang akan memekarkan diri tidak melakukannya sekaligus dalam satu waktu. Pemerintah membagi jadwal pembentukan nya menjadi tiga, yakni 2010-2015, 2016- 2020, dan 2021-2025.
Jumlah ini merupakan angka maksimal. Maksudnya, bila permasalahan daerah bisa diselesaikan tanpa pembentukan, jumlah provinsi tidak harus mencapai angka tersebut.
Pembentukan provinsi baru, bila diperlukan, akan dimulai dari daerah yang menghadapi situasi mendesak bagi kepentingan strategis nasional. Dalam menentukan estimasi tersebut, pemerintah me lakukannya dengan menggunakan dua pendekatan.
Pendekatan pertama dengan menggunakan perhitungan berdasarkan parameter geografis, demografis, dan kesisteman sesuai kerangka berpikir dalam pembentukan daerah otonom baru.
Kedua, menggunakan pertimbangan realitas aspirasi yang ditarik dari dinamika usulan pembentukan daerah otonom baru yang berkembang hingga saat ini. Sekadar diketahui, saat ini di DPR terdapat 33 usulan calon daerah baru yang diproses. Usulan ini terbagi atas 10 provinsi, 21 kabupaten, dan dua kota.
Selain 33 Rancangan Undang-undang (RUU) peme karan daerah yang akan dibahas, Komisi II DPR telah menerima 27 usulan RUU pemekaran lainnya yang terdiri dari satu provinsi dan 26 kabupaten yang bakal dibahas sete lah proses terhadap RUU 33 pemekaran daerah tersebut selesai.
Kerangka Kerja
Wakil Ketua Komisi II DPR Teguh Juwar no mengatakan grand design tersebut merupakan langkah maju dalam upaya pena taan daerah. Dokumen ini men jadi kerangka kerja dalam pena taan.
Meski begitu, bila terdapat sesuatu yang berbeda antara isi grand design dan kebutuhan riil masyarakat, tetap dapat dipertimbangkan untuk tidak mengikutinya.
Pakar otonomi daerah dari LIPI, Syarif Hidayat, menilai terdapat satu rasionalitas yang salah ketika grand design penataan daerah lebih berorien tasi pada penetapan kuota pemekaran.
Sebuah grand design itu harus menjadi sebuah dokumen yang lebih menitikberatkan pada prinsip-prinsip penataan daerah dan relasi hubungan kekuasaan antara pusat dan daerah.
“Persoalan jumlah, itu tidak dapat ditetapkan secara baku. Jika itu ditetapkan, maka itu jadi satu hal yang keliru. Itu malah menjadi lampu hijau bagi elite di daerah untuk segera mengajukan pemekaran,” tandasnya.
Konstitusi menganut prinsip pemekaran, penggabungan, dan penghapusan daerah. Oleh karena itu, jumlah daerah tidak pernah dapat ditetapkan secara cermat di satu waktu (Sumber : Koran-Jakarta.com)