Rabu, 16 Mei 2012
LNG Donggi Senoro, Luwuk-Banggai, Akan Mampu Sumbang Devisa 60 T
Pembangunan kilang gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) Donggi Senoro di Desa Uso, Kecamatan Batui, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah diklaim menguntungkan pemerintah pusat dan daerah. Pasalnya, kilang LNG yang akan dibangun dengan kapasitas dua juta ton per tahun dan juga menghasilkan kondesat sebesar rata-rata 47 ribu barel per hari setara minyak itu akan menyumbangkan pendapatan negara hingga 6,7 miliar dolar AS atau setara Rp 60 triliun.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, keuntungan itu baru diperoleh dengan asumsi proyek berjalan kurang lebih 13 tahun dan harga minyak mentah 70 dolar AS per barel.
“Sementara harga LNG yang dijual menggunakan formula/rumusan yang disesuaikan dengan harga minyak. Saat ini saja harga minyak sudah di level 110 dolar AS per barel, apalagi nanti pada 2014 ketika proyek sudah beroperasi,” kata dia, di Jakarta, Rabu (8/2).
Menurut Pri Agung, negara sangat berkepentingan agar proyek tersebut tidak mengalami gangguan. Kilang LNG Donggi Senoro merupakan proyek LNG pertama di Indonesia yang dikembangkan berdasarkan UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, terutama menyangkut kegiatan usaha hilir.
“Pengembangan kilang itu memungkinkan pengembangan usaha yang terpisah antara kegiatan hulu (penyediaan bahan baku gas) dan kegiatan hilir (pabrik LNG). Model pengembangan bisnis hilir LNG ini memberi keuntungan bagi negara, akibat pengalihan investasi dan risiko yang terkait dengan pembangunan pabrik LNG dari pemerintah Indonesia ke sebuah perusahaan hilir,” jelasnya.
Kilang LNG Donggi Senoro akan digarap PT Donggi Senoro LNG (DSLNG) dengan nilai investasi sekitar 2,8 miliar dolar AS atau sekitar Rp 25 triliun.
Adapun pemegang saham PT DSLNG adalah, PT Pertamina Hulu Energi (29 persen), PT Medco LNG Indonesia (11,1 persen), dan Sulawesi LNG Development Ltd (59,9 persen). Sulawesi LNG adalah perusahaan patungan yang dibentuk Mitsubishi Corp dan Korea Gas Corporation (Kogas) dengan komposisi saham masing-masing 75 persen dan 25 persen.
Di sisi lain, Pri Agung berpendapat keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Pengadilan Jakarta Pusat (PN Jakpus) menyangkut perkara Donggi Senoro bisa memperburuk citra penegakan hukum di Tanah Air terhadap investor, khususnya yang bergerak di sektor migas.
“Keputusan yang dikeluarkan KPPU dan PN Jakpus jelas melanggar prinsip usaha, masak memilih mitra ada aturannya, ini aneh,” pungkasnya (Sumber :Harian Rakyat Merdeka)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar