Fenomena yang telah terjadi selama bertahun-tahun ini mungkin akan semakin diperparah dengan rencana pengembangan Kota Luwuk- Kab Banggai untuk menjadi daerah penghasil Minyak Bumi dan Gas Alam serta pembangunan infrastruktur pendukung ekonomi, perdagangan, pertambangan dan kehutanan. Pemda berusaha untuk mengatasi hal ini dengan beberapa hal seperti di sadur dari sumber di bawah ini :
-Menhut Diharap Beri Persetujuan-
Kabupaten Banggai memerlukan pasokan listrik yang lebih besar untuk menunjang industrialisasi migas, karenanya Suaka Margasatwa (SM) Bakiriang akan dieksploitasi. Selama ini, pasokan listrik untuk Banggai belum mencukupi. Padahal, sejumlah industri besar belum berdiri. Hal ini yang menjadi kendala serius bagi masuknya investor ke wilayah timur Sulawesi Tengah ini.
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Banggai, Hardi Uda’a, Sabtu (20/06/2009) mengatakan, akibat kurangnya pasokan listrik menyebabkan 4 dari 13 kecamatan yang ada di daerah ini hanya menikmati aliran listrik selama 6 jam sehari. Empat kecamatan yang dimaksud adalah Kecamatan Balantak, Bualemo, Bunta, Nuhon dan sebagian besar desa di Kecamatan Lamala.
Sementara, kecamatan-kecamatan lain, termasuk kota Luwuk, masih sering menghadapi pemadaman bergilir. Biasanya, pemadaman listrik bergilir dilakukan dengan skema 7 hari berturut-turut menyala dan 1 hari padam. Namun, pada kondisi yang parah, perbandingannya menjadi 4 hari menyala, 1 hari padam.. “Secara umum kita (kami) krisis listrik, walaupun sekarang belum parah,” terang Hardi.
Hardi menambahkan, saat ini pembangunan Luwuk Shopping Mall terhambat karena pasokan listrik yang tidak mencukupi. Begitu juga dengan PT PLN Cabang Luwuk yang belum dapat melakukan pemasangan meteran listrik baru, meskipun pendaftar calon pelanggan listrik rumah tangga mencapai 4 ratusan karena terbentur pasokan yang kurang. Ini belum termasuk kebutuhan listrik untuk industri skala kecil menengah dan rencana pengembangan pemukiman. Kondisi ini jelas akan menghambat perkembangan ekonomi daerah. “Mall terhambat gara-gara listrik tidak cukup,” ungkapnya.
Di satu sisi, lanjut Hardi, Kabupaten Banggai memiliki banyak potensi sumber pembangkit listrik tenaga air dan juga memiliki cadangan gas alam yang lumayan. Potensi ini belum termanfaatkan dengan maskimal. Saat ini, dari sekian banyak sungai yang mengalir di daerah ini, baru ada dua unit pembangkit listrik tenaga mini hidro (PLTMH) yang beroperasi, yakni PLTMH Hangahanga untuk menunjang pasokan listrik kota Luwuk dan sekitarnya selain dari PLTD Luwuk.
Sementara, tambahan pembangunan PLTMH di Nuhon sebesar 2,5 MW yang dipersiapkan untuk memenuhi pasokan listrik di Kecamatan Nuhon dan Bunta baru dalam tahap pembangunan. Sedangkan PLTMH di Sungai Biak untuk tambahan pasokan listrik 5,2 MW bagi kota Luwuk dan sekitarnya juga masih dalam tahapan perencanaan.
Dengan adanya rencana pembangunan kilang LNG (liquefied natural gas) dan pabrik amoniak, serta akan berdirinya sejumlah pabrik kelapa sawit, maka kebutuhan listrik juga akan semakin besar. Kebutuhan listrik yang besar ini, menurut Hardi, tidak mampu dipenuhi hanya dari PLTMH yang hanya punya daya terbatas, karenanya pemanfaatan cadangan gas alam untuk pembangkit listrik diyakini dapat memenuhi kebutuhan listrik daerah yang terus meningkat. “Listrik yang ada mati bergilir. Di sisi lain, kita ada gas. Tidak cukup kalau hanya mengandalkan PLTMH, makanya kita harapkan PLTG itu,” ujarnya.
Untuk itu, tahun 2008, Pemerintah Kabupaten Banggai telah menandatangani perjanjian kerjasama dengan PT Pertamina EP –PPGM untuk pembangunan IPP (Independent Power Plant) Banggai demi kecukupan pasokan listrik daerah. Namun, realisasinya belum dapat dipastikan karena bergantung pada persetujuan Menteri Kehutanan (Menhut).
Menurut Hardi, Pemerintah Kabupaten Banggai berharap Menhut dapat menyetujui pinjam pakai kawasan hutan Suaka Margasatwa Bakiriang untuk eksploitasi Lapangan Gas Sukamaju oleh PT Pertamina EP –PPGM (Proyek Pengembangan Gas Matindok). PT Pertamina EP –PPGM sendiri telah mencadangkan 32,56 BCF (milyar kaki kubik) kandungan lapangan gas di hutan adat Batui itu. Bupati Banggai Ma,mun Amir sendiri telah melayangkan surat permohonan pinjam pakai kawasan hutan Bakiriang untuk PT Pertamina EP –PPGM ke Menhut, namun hingga saat ini belum mendapat tanggapan.
Hardi menegaskan, jika nanti IPP Banggai terealisasi, maka kebutuhan listrik Kabupaten Banggai dan sekitarnya dapat terpenuhi. Sehingga krisis listrik tidak akan terjadi lagi.
Kondisi Bakiriang sendiri sebagai kawasan hutan perlindungan maleo (Macrocephalon maleo), burung endemik Sulawesi yang terancam punah, saat ini sangat memprihatinkan. Hasil investigasi Yayasan Merah Putih Palu (YMPP) menyebutkan, dari 12.500 hektar luas hutan konservasi di wilayah Kecamatan Batui dan Toili itu, hanya sekitar 1.000 hektar saja yang masih berhutan. Sisanya rusak oleh perambahan dan perkebunan. “Kalau Menhut tidak yakin dengan kondisi Bakiriang saat ini, bisa turunkan tim untuk lihat langsung keadaan di lapangan,” tandasnya. (Sumber : indonesiaenergywatch.com)
Semoga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap Ekologi dan Lingkungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar