Rabu, 30 Mei 2012

Sriwijaya Air : Luwuk-Makassar-Jakarta, 2012, Welcome to the most recommended CITY for Sultim


Maskapai Penerbangan Sriwijaya Air tengah menjajaki potensi penerbangan untuk rute menuju Mamuju, Sulawesi Barat dan Luwuk, Sulawesi Tengah. Direktur Niaga Sriwijaya Air Toto Nursatyo mengatakan dalam satu tahun terakhir pihaknya sudah mengakaji potensi rute penerbangan ke kedua daerah itu. “Kami melihat Luwuk memiliki potensi tambang yang besar, sedangkan Mamuju itu provinsi baru. Kami sudah melakukan koordinasi dengan Kadin dan Pemda setempat, potensinya memang cukup besar,” ujarnya di tengah kunjungannya ke Makassar, hari ini, Rabu 23 Mei 2012. Dia menargetkan, pembukaan rute penerbangan kedua daerah tersebut bisa terealisasi hingga akhir tahun ini. “Kami punya 33 pesawat saat ini. Hingga akhir tahun ini akan bertambah hingga 38 pesawat,” ucapnya. Sriwijaya Air menyiapkan 122 seat dengan menggunakan armada Boeing 737-400 dan 737-500 untuk rute penerbangan Makassar – Mamuju, rute Makassar – Luwuk dan Jakarta – Luwuk. Adapun potensi penerbangan di kawasan timur, dinilainya masih potensial karena penumpang terus tumbuh di daerah ini meskipun harga bahan bakar sudah jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan barat. Dia berharap, ekspansi di wilayah timur bisa mendorong maskapai ini mengejar target penumpang sebanyak 9,2 juta orang dengan pangsa pasar 16-17% tahun ini. “Saat ini saja market share kami berkisar 14 -15% dengan jumlah penumpang sebesar 8,2 juta dari total nasional 59 juta penumpang,” tambahnya. Dengan adanya penambahan rute penerbangan di wilayah timur seperti rute penerbangan Jayapura dan Biak maka pihaknya telah menghubungkan jalur penerbangan dari Aceh hingga Papua. Dengan armada baru, yaitu pesawat Boeing 737-800 New Generation, maka rute penerbangan diharapkan bisa memberikan kontribusi terhadap target penambahan pangsa pasar Sriwijaya Air tahun ini.(Dari berbagai sumber).

Rabu, 16 Mei 2012

Pabrik Amoniak di Luwuk-Banggai


PT Surya Esa Perkasa Tbk (Perseroan) mendapatkan pasokan gas dari Blok Senoro-Toili (Donggi-Senoro) sebesar 55 Juta Standar Metrik Kaki Kubik per Hari (mmscfd) mulai tahun 2015 hingga 2027. Kerjasama dilakukan melalui anak perusahaannya PT Panca Amara Utama.

“Saat ini kami sedang melakukan negosiasi harga jual beli gas dengan operator Donggi-Senoro. Mengenai harganya, belum bisa kami sampaikan,” ucap Executive Director PT Surya Esa Perkasa Tbk, Vinod Laroya saat Jumpa Pers di Jakarta, Senin 9 Januari 2012.

Terkait harga, diakui Vinod pihaknya juga masih dalam tahap negosiasi bersama dengan BP Migas.

Gas yang diperoleh selanjutnya akan digunakan perseroan untuk memproduksi Amoniak yang pembangunan pabriknya akan dimulai pada akhir 2012 dan diperkirakan selesai akhir 2014.

“Pabrik kami rencanakan berkapasitas 700.000 ton per tahun dan akan dibangun di Luwuk, Sulawesi Tengah. Investasinya kami perkirakan sebesar USD 700 juta di mana 25-30% sumber pendanaannya berasal dari equity, selebihnya adalah pinjaman,” ungkapnya.

Amoniak sendiri merupakan bahan baku pupuk yang akan menjadi penunjang industri pangan nasional di masa depan. Amoniak juga digunakan sebagai bahan baku Amonium Nitrat yang telah tumbuh signifikan dalam beberapa tahun terakhir sejalan dengan perkembangan industri pertambangan di Indonesia.

“Butuh waktu yang cukup lama untuk membangun pabrik karena butuh engineering dan desain. Sekarang kita tinggal tunggu gas dan engineeringnya komplit, proses izin termasuk amdal sudah kita selesaikan, jadi mudah-mudahan semua bisa selesai di akhir 2012,” pungkasnya (Sumber : majalahtambang)

LNG Donggi-Senoro, Luwuk-Banggai, Koridor Industri Petrokimia Sulawesi


Ministry of Industry selected four priority areas to be included in the industrial development of special economic zones (SEZ). The fourth area is Sei Mangkei, Dumai, Bitung and Kulonprogo.

"The model must be integrated industry, there is tourism, housing, schools, research institutes, and green space," said Director General of Industrial Development zoning Dedi Mulyadi.

Seimangke and Dumai located in central Sumatra designated as industrial processing of crude palm oil (crude palm oil / CPO). In that area there are two investment commitments amounting to Rp23 trillion to develop crude palm oil industry.

Investment commitments in Sei Mangke of Rp10, 9 trillion, among others, from Unilever Indonesia amounting to Rp1, 2 trillion, Ferrostal Rp3, 6 and fertilizer Rp1 trillion, 8 trillion. "The rest cooperation PT Nusantara Plantation III," explained Smith. While Rp90.596 billion for infrastructure, human resources and science and technology Rp118, 5 billion.

Commitment to investment in Dumai, amounting to Rp12, 4 trillion and is dominated by palm oil companies, Wilmar. For infrastructure amounting Rp37, 6 billion as well as human resources and science and technology of Rp145 billion.

Bitung is located in Sulawesi, he added, akann be an international hub port and will be the basis Kulonprogo steel industry in Yogyakarta. "It's no investors, this year will be the factory," he said.

The fourth area is a priority industry development plan among 31 industries in six developed economies corridor.

Smith explained that in addition to Corridor Economic Sumatra and Dumai there Mangke Sei Sei Bamban and Sorolangun for the rubber industry. Tanjung Buton to support oil and gas industry, Muara Enim for rubber and coal industries, Karimun to the shipping industry, for industry Bangka tin. Tanjung Api-api for industrial gasification of coal, and iron and steel industry Cilegon.

"In Sumatra there are 10 growth centers will be built, two are actually related to the agro sei dumai mangke and that is a priority," he said.

Java in addition to the economic corridor Kulonprogo for the steel industry, there are six other industrial development, namely Falkirk / Purwakarta for industrial machinery and transportation equipment, Bandung for the telematics industry, Lamongan to the shipping industry, Gresik for the petrochemical industry, Majalengka and Boyolali for the textile industry.

"Boyolali will be developed along with Korea for textiles, textile Unk development so that is dry because of limited water," said Smith.

In Borneo there Tayan Mempawah and developed for industrial smelter / chemical grade alumina, Puruk Cuhu for the coal industry, Maloy for CPO derivatives industry, slippery stone for the steel industry.

Sulawesi economic corridors, in addition to that made Bitung internasiona port hub, there is a hammer and Gowa will be developed for Cocoa industry, for industry Soroako Ferronickel, Donggi Senoro for the petrochemical industry, for industry Pomalaa Mandiodo and ferronickel.

As for the economic corridor Papua - the Moluccas, in eastern Halmahera is for ferronickel industry, Tough for the petrochemical industry, Timika for the copper industry. (Sumber : mutucertification.com)

LNG Donggi Senoro, Luwuk-Banggai, Proyek Infrastruktur TERBESAR di Indonesia setelah LNG Tangguh


The Jakarta Post has reported that work was 33 percent complete, which exceeded the target for this time of 26 percent and the plant could complete its first LNG delivery in late 2014 as planned.

Medco owns an 11.1 percent stake in the LNG plant, while state-run oil and gas firm Pertamina, Mitsubishi and Kogas share the remaining 88.9 percent – with 29 percent, 44.9 percent and 15 percent stakes, respectively.

Donggi-Senoro is the largest infrastructure project in Indonesia after the Tangguh LNG plant in Papua.

The Donggi-Senoro LNG plant will have a total production capacity of 2.1 million tons per annum (mtpa), and will obtain its gas supply from the Senoro and Matindok gas blocks.

A million tons of LNG will be sent to Chubu Electric in Japan, 700,000 tons to Kogas and 300,000 tons to Kyushu Electric Power in Japan. The delivery contracts for the three companies last for 13 years.

The Donggi Senoro plant will be the fourth LNG plant in Indonesia after Arun in Aceh, Bontang in East Kalimantan and Tangguh in Papua. The total investment required for the plant is estimated to hit US$2.8 billion (Sumber : http://www.naturalgasasia.com)

2012, Kilang LNG Donggi Senoro, Luwuk-Banggai, diharapkan tuntas.

Pembangunan  kilang gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) Donggi Senoro, di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah berkapasitas 2 juta ton per tahun (mtpa) hingga awal April 2012 mencapai 40%. Pada perusahaan tersebut, PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) memiliki 11,1% saham di kilang LNG Donggi Senoro, sementara PT Pertamina Hulu Energi, anak usaha PT Pertamina (Persero) memiliki 29%.

Untuk mengembangkan proyek kilang LNG Donggi Senoro, Pertamina Hulu tahun ini mengalokasikan belanja modal sebesar Rp 2,148 triliun atau 18,5% dari total anggaran belanja modal perseroan tahun ini sebesar Rp 11,629 triliun. Dana tersebut akan digunakan untuk pemboran sumur pengembangan migas di Blok Tomori sebagai sumber hulu gas kilang LNG dan  membiayai kontrak EPC, dan membuka jalur jalan (re-routing road).

Gas alam cair dari kilang Donggi Senoro akan diekspor ke dua perusahaan asal Jepang, yaitu Chubu Electric Power Co sebanyak 1 juta metrik ton per tahun (mtpa) dan  Kyushu Electric Power Co sebanyak 300 ribu ton per tahun. Sisanya dialokasikan ke Korea Gas Corporation (Kogas), perusahaan distribusi LNG terbesar di Korea Selatan, sebanyak 700 ribu ton per tahun. Ketiga kontrak tersebut berlaku selama 13 tahun.

PT Donggi Senoro LNG dimiliki sejumlah perusahaan dalam dan luar negeri yang membentuk konsorsium. Sebanyak 59,9% saham Donggi Senoro dikuasai Sulawesi LNG Development Ltd.  Saham perusahaan tersebud dimiliki Mitsubishi Corp dan Kogas. Sisanya dimiliki 29% oleh Pertamina dan 11,1% oleh Medco.

Gas alam untuk kilang tersebut dipasok dari lapangan Matindok, Donggi, sebanyak 85 mmscfd milik PT Pertamina EP, serta lapangan Senoro sebesar 250 mmscfd yang dikelola PT Pertamina Hulu Energi Tomori Sulawesi dan PT Medco E&P Tomori, anak usaha Medco Energi.(Sumber : http://financeroll.co.id).

LNG Donggi Senoro, Luwuk-Banggai, Akan Mampu Sumbang Devisa 60 T


Pembangunan kilang gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) Donggi Senoro di Desa Uso, Kecamatan Batui, Kabupa­ten Banggai, Sulawesi Tengah diklaim menguntungkan peme­rintah pusat dan daerah. Pasalnya, kilang LNG yang akan dibangun dengan kapasitas dua juta ton per tahun dan juga menghasilkan kondesat sebesar rata-rata 47 ribu barel per hari setara minyak itu akan menyumbangkan penda­patan negara hingga 6,7 miliar dolar AS atau setara Rp 60 triliun.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, keuntungan itu baru diperoleh dengan asumsi proyek berjalan kurang lebih 13 tahun dan harga minyak mentah 70 dolar AS per barel.
 “Sementara harga LNG yang dijual menggu­nakan formula/rumusan yang dise­suaikan dengan harga mi­nyak. Saat ini saja harga minyak sudah di level 110 dolar AS per barel, apalagi nanti pada 2014 ketika proyek sudah beroperasi,” kata dia, di Jakarta, Rabu (8/2).
 Menurut Pri Agung, negara sangat berkepentingan agar pro­yek tersebut tidak mengalami gang­guan. Kilang LNG Donggi Senoro merupakan proyek LNG pertama di Indonesia yang dikem­bangkan berdasarkan UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, terutama menyangkut kegiatan usaha hilir.
 “Pengembangan kilang itu memungkinkan pengembangan usaha yang terpisah antara ke­giatan hulu (penyediaan bahan baku gas) dan kegiatan hilir (pabrik LNG). Model pengem­bangan bisnis hilir LNG ini mem­beri keuntungan bagi negara, akibat pengalihan investasi dan risiko yang terkait dengan pem­bangunan pabrik LNG dari pemerintah Indonesia ke sebuah perusahaan hilir,” jelasnya.
 Kilang LNG Donggi Senoro akan digarap PT Donggi Senoro LNG (DSLNG) dengan nilai investasi sekitar  2,8 miliar dolar AS atau sekitar Rp 25 triliun.
Adapun pemegang saham PT DSLNG adalah, PT Pertamina Hulu Energi (29 persen), PT Medco LNG Indonesia (11,1 persen), dan Sulawesi LNG Development Ltd (59,9 persen). Sulawesi LNG adalah perusahaan patungan yang dibentuk Mit­subishi Corp dan Korea Gas Cor­poration (Kogas) dengan kom­posisi saham masing-masing 75 persen dan 25 persen.
Di sisi lain, Pri Agung berpen­dapat keputusan Komisi Penga­was Persaingan Usaha (KPPU) dan Pengadilan Jakarta Pusat (PN Jakpus) menyangkut perkara Donggi Senoro bisa memper­buruk citra penegakan hukum di Tanah Air terhadap investor, khu­susnya yang bergerak di sektor migas.
“Keputusan yang dikeluarkan KPPU dan PN Jakpus jelas me­langgar prinsip usaha, masak me­milih mitra ada aturannya, ini aneh,” pungkasnya (Sumber :Harian Rakyat Merdeka)